Untuk saran dan kritik kirimkan via email ilhamsyah050@gmail.com atau sms ke 08561836482

Mesin pencari

Kamis, 10 Juli 2008

KONDAS COMPRESI TORAKAL

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma merupakan keadaan dimana individu mengalami cidera oleh suatu sebab karena kecelakaan baik lalu lintas, olah raga, industri, jatuh dari pohon, dan penyebab utama terjadinya fraktur pada medula spinalis / thorako lumbal. Selain itu trauma thorako lumbal dapat terjadi karena tertimpa beban berat atau jatuh dari ketinggian yang menyebabkan gerakan fleksi yang hebat, sedangkan kompresi fraktur terjadi karena hiperekstensi .Akibatnya medula spinalis akan mengalami cidera dan mengakibatkan disfungsi neuromuskuler pada daerah yang cidera.

Berdasarkan data Rekam Medik RSUP Fatmawati bulan Juli-Desember pada tahun 2004 didapatkan pasien dengan gangguan muskuloskeletal sebanyak 566 kasus, dari bermacam-macam kasus tersebut, kasus fraktur vertebra thorakal sebanyak 8 orang (1,23%), sedangkan pada tahun 2005 bulan Januari-Juli sebanyak 323 kasus gangguan muskuloskeletal terdapat 7 (2,16%) kasus fraktur vertebra thorakal yang mengalami fraktur thorakal.

Peningkatan angka kejadian dari fraktur vertebra Thorakal dari 2004 s/d 2005 hal ini disebabkan karena peningkatan kecelakaan lalu lintas, karena kurangnya peran serta masyarakat yang masih belum sadar akan tertib berlalu lintas dijalan raya, walaupun pemakaian sabuk pengaman dan helm digalakkan, sehingga kecelakaan belum dapat dicegah. Juga kurangnya pengamanan saat berolah raga dan kurangnya pengetahuan untuk memakai pelindung saat bekerja.

Komplikasi fraktur yang sering terjadi antara lain adalah infeksi , sindrom kompartemen, atropi, kontraktur. Sehingga peran perawat dalam hal ini adalah mengatasi atau mengurangi masalah tersebut dan tidak menambah komplikasi lain seperti penyembuhan fraktur yang lama (delayed union). Dengan peningkatan nutrisi dan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptic

TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran nyata tentang Asuhan keperawatan pada klien Tn M yang mengalami Fraktur kompresi Thorakal 12-L 1 di Ruang 1 orthopedi RSUP Fatmawati

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan kasus ini adalah mendapatkan gambaran nyata tentang:

a. Pengkajian Keperawatan pada klien yang mengalami fraktur kompresi Th12-L1

b. Diagnosa Keperawatan pada klien yang mengalami fraktur kompresi Th12-L1

c. Rencana keperawatan pada klien yang mengalami fraktur kompresi Th12-L1

d. Implementasi keperawatan pada klien yang mengalami fraktur kompresi Th12-L1

e. Evaluasi keperawatan pada klien yang mengalami fraktur kompresi Th12-L1

f. Faktor penghambat dan pendukung dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami fraktur kompresi Th12-L1

g. Pemecahan masalah atau solusi terhadap faktor penghambat yang ditemukan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami fraktur kompresi Tk12-L1

METODA PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam laporan ini adalah metode deskriptif melalui pendekatan proses keperawatan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi, studi kepustakaan. Setelah itu data di olah dan dianalisa untuk selanjutnya dirumuskan diagnosa untuk kemudian di intervensi dan di evaluasi.

SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi dan maksud laporan ini maka penulisannya dibuat secara sistematis, dibagi menjadi 5 bab yaitu:

BAB I : Pendahuluan meliputi : Latar belakang, Tujuan Penulisan, Metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teoritis meliputi : Konsep dasar fraktur dan pengertian etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, tahap penyembuhan tulang, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan.

BAB III : Tinjauan kasus meliputi : gambaran kasus, diagnosa, rencana, keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

BAB IV : Pembahasan yang membahas tentang kesenjangan antar kasus yang ditemukan dengan teori yang didapatkan meliputi definisi, rasional terhadap setiap diagnosa keperawatan yang ditemukan, faktor pendukung penghambat, serta solusi pemecahan masalah.

BAB V : Penutup meliputi : kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


BAB II

LANDASAN TEORITIS

B. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner and Suddarth, 2001).

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang-tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun partial (Rasjad 1998).

Fraktur thorako lumbal adalah fraktur yang mengenai daerah tulang belakang terutama bagian thorako lumbal

(Mansjoer 2000 : 351)

2.

5

Etiologi

Fraktur sering disebabkan trauma baik trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur phatologis sering terjadi pada orang tua disebabkan oleh osteoporosis, penderita tumor, infeksi. Fraktur stress atau fatique fraktur disebabkan peningkatan drastis latihan pada atlit atau pada permulaan aktivitas baru. (Corwin, 2000 : 298)

3. Klasifikasi

Fraktur vertebra lumbal dibagi dalam :

a. Fraktur prosesus tranvensus, dapat terjadi karena trauma langsung atau oleh karena tarikan otot yang melekat pada prosesus tranvesus pada prosesus tranvensus melekat otot yang kuat sehingga dapat terjadi ovalsi bila terjadi fleksi lateral yang dipaksakan pada daerah ini. Fraktur yang terjadi bersifat stabil sehingga pengobatan hanya menghilangkan nyeri dan dilanjutkan dengan fisiotherapi

b. Fraktur kompresi yang bersifat bagi dari badan vertebra

c. Fraktur rekan badan vertebra

d. Dislokasi dan fraktur dislokasi

e. Trauma jack knife

Jenis fraktur ini terjadi karena trauma fleksi disertai dengan distraksi pada vertebra lumbal jenis ini sering ditemukan pada trauma sabuk pengaman dimana badan terdorong ke depan, sedang bagian lain terfiksasi. Ditemukan adanya robekan pada ligamen longitudinal atau fraktur pada tulang sendiri.

Jenis ini disebut juga fraktur chance (1948) dimana vertebra terbelah melalui prosesus spinosus dan badan vertebra. Mekanisme trauma dan pengobatan fraktur vertebra lumbal pada prinsipnya sama dengan fraktur vertebra torakal

(Rasjad, 1998, hal. 521).


4. Patofisiologi

Trauma

Peningkatan Daya

Tulang dan jaringan sekitar

Fraktur kompresi




Jar. Lunak pembuluh darah serabut saraf periosteum Korteks tulang








Luka perdarahan sensasi




Text Box: DeformitassText Box: Lumbal 1Text Box: Thorakal 12Port de entry haematom nyeri




Non infeksi vasodilatasi

Text Box: S. pelvikText Box: delayed unionText Box: Non unionText Box: mal union Infeksi

eksudasiprima

Text Box: Kelemahan otot destruksor Delayed union

sumbatan

Mal union



Text Box: Disfungsi pada usus dan vesika urineria


Inflamasi










Text Box: BAB, BAK tak terkontrolText Box: Compartemen sindrom Nyeri






Text Box: Hipoxia



(Luckman and Sorensens’s 1993 and price 1995)



5. Proses penyembuhan tulang

Penyembuhan tulang terjadi dari beberapa tahap :

a. Stadium Hematoma atau inflamasi

Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan terjadi pembentukan haematom, haematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum dan otot) terjadi pada 1-2x24 jam

b. Stadium Poliferasi sel

Sel-sel berpoliperasi dari lapisan dalam periosteum, disekitar lokasi fraktur, sel-sel menjadi precusor asteoblast, sel-sel aktif tumbuh ke dalam fragmen tulang, proliferasi juga terjadi di sum-sum tulang terjadi setelah hari kedua kecelakaan.

c. Pembentukan kallus

Osteoblas membentuk tulang lunak (kallus), kallus memberikan rigiditas pada fraktur terlihat massa kallus pada x-ray fraktur telah menyatu, terjadi telah menyatu, terjadi 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi.

d. Stadium kosolidasi / klasifikasi / osifikasi

Kalus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu terjadi pada minggu ke3-10 setelah kecelakaan.

e. Stadium remodeling

- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eksfraktur

- Fraktur yang berlebihan dibuang oleh osteoclast

- Kallus mengalami remodelling (pembentukan tulang sesuai aslinya) dalam waktu 6-12 bulan. Pada anak-anak remodeling dapat sempurna pada dewasa masih ada penebalan. (Brunner and Suddarth : 2001 ; 2268. Rasjad 1998 : 3997)

6. Manifestasi Klinik

a. Nyeri lokal

b. Pembengkakan

c. Erithema

d. Demam

e. Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit

f. Pemeriksaan sinar x tampak pembentukan kallus dan pembengkakan jaringan lunak (Brunner and Suddarth, 2001 : 2344)

7. Komplikasi

a. Komplikasi awal

- Syok : Syok hipovolemik atau syok traumatik akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterna ataupun interna), kehilangan cairan ekstrasel kejaringan yang rusak, maka terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur dan pelvik.

- Syndroma emboli lemak : Globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sum-sum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler karena katekolamin yang dilepas oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadi globula lemak dalam aliran darah, globula lemak akan bergambun dengan trombosit menjadi emboli yang kemudian akan menyumbat pembuluh darah kecil yang memasuki otak, paru, ginjal, organ lain.

- Sindroma kompartemen : Peningkatan tekanan pada jaringan dalam rongga yang terbatas ini disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat dan karena peningkatan isi kompartemen otot karena oedema, perdarahan.

- Tromboemboli

- Infeksi

- Koagulopati intravaskuler disminata ; sekelompok kelainan perdarahan meliputi ekimosis, perdarahan masif

b. Komplikasi lambat

Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan :

Penyatuan terlambat berhubungan dengan infeksi sistemik dan distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang, pada akhirnya fraktur sembuh.

Tidak ada penyatuan terjadi karena kegagalan ujung-ujung tulang, penyebab karena infeksi, interposisi jaringan diantara ujung-ujung tulang, immobilisasi dan manipulasi yang tidak memadai, yang menghentikan pembentukan kallus, jarak yang terlalu jauh antara fragmen tulang, gangguan asupan darah yang mengakibatkan nekrosis avaskuler.

Nekrosis Avaskuler tulang : Terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati tulang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru.

(Brunner and Suddarth 2001 : 2365, 2366)

8. Penatalaksanaan

a. Rekognisi

Dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian framur prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri, menentukan apakah ada kemungkinan fraktur dan apakah perlu dilakukan pemeriksaan spesifik untuk mencari adanya fraktur.

b. Reduksi

Adalah usaha atau tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotik IV, sedatif atau blok saraf lokal.

c. Retensi

Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi implant logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimmobilisasi fraktur. Fiksasi interna jenis plate dan screw dapat bertahan/tidak menimbulkan gejala selama ± 2 tahun.

d. Rehabilitasi

Merupakan proses pengembalian ke fungsi dan struktur semula dengan cara melakukan ROM aktif an pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometrik dan setting otot, diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuese dan meningkatkan peredaran darah.

(Price, 1995 1187-1188)

9. Pemeriksaan Diagnostik

- Pemeriksaan rontgen : mengidentifikasi lokasi/luasnya cidera mengindentifikasi obnormalitas tulang.

- Darah lengkap : peningkatan leukosit diduga proses infeksi

- LED : Peningkatan, mengindikasi respon inflamasi (tulang, scan /MRI memperlihatkan fraktur yang dapat mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak).

- Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

(Doengoes 2000 : 762)

C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Anamnese :

- Data biografi : nama, umur, jenis kelamin, dll

- Riwayat kesehatan masa lalu (Sist. Muskuloskeletal)

- Riwayat dirawat di rumah sakit

- Riwayat keluarga

- Riwayat diet

- Aktivitas sehari-hari

b. Pemeriksaan Fisik

- Aktivitas / istirahat

Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena / mungkin segera fraktur atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan, nyeri

- Sirkulasi

Hipertensi kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas atau hipotensi (kehilangan darah)

Takikardia (respon stress, hipovolemia)

Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cidera, pengisian kapiler lambat pucat pada bagian yang terkena pembengkakan jaringan atau massa hematom pada sisi cidera.

- Neurosensori

Hilang gerakan/sensasi, spasme otot, bebas, kesemutan (parastesia), deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot terlihat kelemahan/hilang fungsi.

Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain)

- Nyeri/ketidaknyamanan

Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan kerusakan tulang dapat berkurang pada immobilisasi, tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot.

- Keamanan

Laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, edema dan cidera pada jaringan tulang.

b. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah, cidera vaskuler langsung.

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler .

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Peningkatan metabolisme sekunder terhadap penyembuhan fraktur.

e. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang.

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik, cidera, pemasangan pen kawat.

g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan prosedur invasif, dan traksi tulang.

3. Prinsip Intervensi Keperawatan Secara Umum

a. Istirahat ditempat tidur.

b. Bila nyeri berikan teknik relaksasi nafas dalam dan analgetik.

c. Melatih mobilisasi rentang gerak aktif (ROM Aktif).

d. Observasi keadaan neurovaskuler, perhatikan perubahan fungsi motorik.

e. Massage bagian kulit yang tertekan.

f. Lakukan perawatan luka setiap hari.

g. Ubah posisi sesering mungkin.

h. Berikan diit TKTP.

4. Evaluasi

a. Nyeri hilang atau berkurang

b. Klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri

c. Risiko disfungsi neurovaskuler tidak terjadi

d. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

e. Resiko trauma tidak terjadi

f. Integritas kulit baik.

g. Risiko infeksi tidak terjadi


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3 Volume 8. Jakarta : EGC

Carpenitto, Lynda Juall. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2, Jakarta ; EGC

Corwin, Elizabeth. J. 2000. Buku Saku Phatofisiologi. Jakarta ; EGC

Doengoes, E. Marylinn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi I, FKUI : Media Aesculapius

Groot, Jack de. 1997. Neuroanatomi Korelatif. Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Edisi VI Vol 2 Jakarta : EGC

Luckman and Sorensen’s. 1993. Medical Surgical Nursing 4th edition buku II USA WB Sunder Company

Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Rasjad, Prof Chaerudin Ph.D. 1998. Pengantar Ilmu bedah Orthopedi. Ujung Pandang Bintang Lamunpatue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar