Untuk saran dan kritik kirimkan via email ilhamsyah050@gmail.com atau sms ke 08561836482

Mesin pencari

Kamis, 10 Juli 2008

KONDAS DBD

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Demam Berdarah

I. Pengertian

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah contoh dari penyakit yang disebabkan oleh vector. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang disebarkan melalui populasi manusia yaitu oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk hidup didaerah tropis dan berkembang biak pada sumber air yang mendek. (Brunner & Suddart. 2001)

Demam Berdarah merupakan suatu penyakit demam yang sering kali fatal dan berat serta disebabkan oleh virus dengue. (Nelson. 1998)

Dengue Haemorargic Fever (DHF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue tang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. (Hidayat, Aziz Alimul. 2006)

Dengue Haemoraric Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina. DHF terutama menyerang anak remaja dan dewasa serta sering kali menyebabkan kematian pada penderita ( Effendi, Christantie. 1995 )

Dengue Haemoraric Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dan remaja atau orang dewasa dengan tanda – tanda klinis berupa : demam, nyeri otot, nyeri sendi yang disertai leucopenia dengan atau tanpa ruam (rash) dan limfodenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, gangguan rasa mengecap, trombositopenia ringan dan petekie spontan. (Mansjoer Arif. 2000)

II. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus yang disebarkan melalui populasi manusia yaitu oleh nyamuk Aedes aegypri. Nyamuk ini hidup di daerah tropis dan berkembang biak pada sumbe air yang mendek. (Brunner & Suddart. 2001; 2446)

III. Patofisiologi

Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal – pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik – bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dn hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelanjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limfa (slenomegali).

Pada vaskulopati terjadi kerapuhan pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada vaskulipati hal ini tampak pada uji tourniquet atau rumpelit atau uji hess yang positif. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20%) menunjukan atau menggambarkan adanyakebocoran (perembesan) plasma. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.

IV. Manifestasi Klinis

Empat gejala utama DHF adalah :

1. Demam

Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari, naik turun, tidak mempan dengan obat antipiretik. Kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40ºC dan dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh. Hati – hati karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Hari ke 3, 4, 5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah (<200.000)

2. Perdarahan

Penyebab perdarahan pada pasien DBD adalah vaskulopati, trobositopenia dan gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravaskuler yang menyeluruh, jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji rumple leede/ uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari – hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3, 4, 5 demam.

3. Hepatomegali

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2 – 4 cm dibawah lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati dan tidak teraba dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak dewasa dari pada anak kecil. Pada sebagian kecil kasus dapat terjadi ikterus.

4. Shock

Saat akan terjadi syok beberapa pasien tampak sangat lemah dan sangat gelisah. Sesaat sebelum syok sering kali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang). Jadi untuk menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sitolik dan diastolic, misalnya 100/90 mmHg (berarti tekanan nadi 10 mmHg) atau hipotensi (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg aau kurang), kulit dingin dan lembab. Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian serius karena bila tidak diatasi sebaik-baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan kematian. Pasien dapat dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound syok), pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi. Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangt singkat, pasien dapat meninggal daam waktu 12 – 14 jam atau sembuh cepat setelah dapat penggantian cairan yang memadai.

Gejala yang khas :

- Suhu meningkat tiba – tiba.

- Perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematom, epitaksis, melena)

Gejala yang tidak khas :

- Keluhan pada saluran pernapasan, seperti : batuk, pilek, sakit waktu menelan.

- Keluhan pada saluran pencernaan, seperti : mual, muntah, tidak nafsu makan (anorexia), diare, konstipasi.

- Keluhan sistem tubuh, seperti : sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan persendian, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal – pegal seluruh tubuh, kemeraan pada kulit muka, pembengkakan sekitar kulit muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimaris dan fotophobia, otot – otot mata sakit bila disentuh dan pergerakan mata terasa pegal.

- Pembesaran hati (hepatomegali), pembsaran limfa (slenomegali) dan kelenjar getah bening.

- Pada penderita yang mengalami renjatan akan mengalami sianosis perifer (terutama ujung – ujung jari dan bibir), kulit lembab dan dingin tekanan darah menururn, nadi cepat dan lemah.

(Effendi. 1995)

V. Klasifikasi

1. Derajat I.

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet positif, trombositoplenia dan hemokonsentrasi.

2. Derajat II.

Derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.

3. Derajat III.

Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun, gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan ujung-ujung jari (tanda-tanda dini renjatan)

4. Derajat IV.

Renjatan berat dan nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur.

VI. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah lengkap

- Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)

- Trombositoplenia (100.000/mm³ atau lebih)

2. Serologi

- Uji Ht (hemokoagulan inhibition test)

- CTT (Complement + fixation test)

3. Pemeriksaan Laboratorium

- Ig G positif

- Trombositopleni

- Hemokonsentrasi (Ht meningkat)

- Kimia darah (hipoproteinemia, hiponatremia)

- SGOT/SGPT mungkin meningkat

- Leucopenia (peningkatan limfosit dan monosit)

- Pemeriksaan urin : albuminemia

4. Foto Thorax, mungkin efusi pleura

5. USG : hepatomegali dan splenomegali

VII. Komplikasi.

1. Perdarahan usus

2. Shock (renjatan)

3. Efusi pleura

4. Penurunan kesadaran

5. Disorientasi

6. Kelumpuhan (jarang terjadi)

VIII. Panatalaksanaan.

Tatalaksana kasus DBD derajat I, adalah :

· Pemberian cairan

- Pasien perlu minum banyak 1,5 – 2 liter/hari atau paling sedikit 1 sendok makan setiap 3 – 5 menit.

- Minum yang dapat diberikan air putih, air teh manis, sirup, susu, sari buah, soft drink atau oralit.

· Obat – obatan lain atas indikasi

- Bila terjadi hipereksia (suhu > 39,5ºC). Berikan obat antipiretik, dianjurkan paracetamol, kompres hangat.

- Obat anti kejang bila kejang.

· Monitor gejala klinis dan laboratorium (dapat berobat jalan, monitor suhu sampai turun)

- Perhatikan gejala klinis dan laboratorium (dapat berobat jalan, monitor suhu sampai turun)

- Perhatikan tanda klinis, bila demam menetap setelah beberapa hari sakit ketiga.

- Periksa Hb, Ht, trombosit berkala min tiap 24 jam selama masih demam terutama pada hari ketiga dan selanjutnya.

· Perawatan diperlukan bila :

- Pasien tidak mau / tidak bisa minum

- Muntah terus menerus

- Hematokrit cenderung meningkat dan atau trombosit turun pada pemeriksaan berkala

- Barikan cairan, rumatan dextrose 5 % + larutan Nacl 0,9 % 3 – 5 ml/kg BB atau kebutuhan

· Penatalaksanaan umu penderita DHF adalah sbb :

1. Tirah baring

2. Diet makanan lunak

3. Minim banyak (2 – 2,5 liter/24 jam). Dapat berupa susu, the manis, sirup, dan oralit. Pemberian cairan merupakan hal yang penting bagi penderita DHF

4. Pemberian terapi intra vena (biasanya RL atau NaCl). RL merupakan cairan IV yang paling sering digunakan

5. Monitor TTV setiap 3 jam. Jika kondisi klien memburuk observasi tiap jam

6. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen

7. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari

8. Bila kejang berikan diazepam

9. Berikan antibiotik kalai dikhawatirkan terjadi infeksi sekinder

10. Monitor tanda – tanda perdarahan

11. Monitor tanda – tanda dini renjatan, meliputi perubahan TTV dan hasil laboratorium memburuk

· Prinsip – prinsip asuhan keperawatan pasien DHF, adalah :

- Klien tirah baring

- Berikan diet lunak

- Berikan IV cairan sesuai program medis (RL, Nacl)

- Monitor TTV

- Monitor hasil Hb, Ht, trombosit, leukosit sesuai program

- Berikan kompros hangat

- Berikan obat – obatan sesuai program medis

- Monitor perdarahan lebih lanjut

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan DBD

I. Pengkajian

1. Data Biografi

2. Alasan masuk/keluhan utama

3. Riwayat penyakit masa lalu

4. Genogram dan riwayat keluarga

5. Pemeriksaan fisik

- Demam mendadak selama 2 – 7 hari

- Anorexia, mual, muntah

- Nyeri otot, tulang, sendi, ulu hati, nyeri kepala

- Perdarahan, uji tournoquet +, petekie, ekimosis, epitaksis, hematemesis, melena, perdarahan gusi, hematuria.

- Malaise

- Hepatomegali

- Syok, nadi lamah dan cepat, TD menurun, gelisah

- Konstipasi (sembelit)

- Mukosa mulut kering

II. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko terjadinya shock hipovolemik b. d kurangnya volume cairan tubuh

2. Hipertermia b. d proses infeksi virus dengue

3. Kurangnya volume cairan b. d penigkatan permeabilitas kapiler

4. Resiko terjadinya perdarahan intra abdomen b. d trombositopenia

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b. d intake yang tidak adekuat (mual, muntah, anorexia, sakit saat menelan)

6. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b. d kelemahan fisik, nyeri otot dan sendi

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien DHF b. d kurangnya informasi

8. Resiko infeksi b. d tindakan invasif (pemasangan infus dan NGT)

Resiko terjadi reaksi tranfusi b. d pemberian transfusi terhadap pasien

III. Intervensi Keperawatan

Dx. I : Resiko terjadinya shock hipovolemik b. d perdarahan yang berlebihan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien mampu mempertahankan keseimbangan cairan dan elaktrolit

K. H : TTV dalam batas normal, tidak ada keluhan pusing dan lemah, tidak terjadi perdarahan, intake output normal

Intervensi :

1. Monitor KU klien dan obs TTV setiap 4 jam.

R/ Mengetahui kemajuan kondisi klien.

2. Hitung intake dan output setiap 6 jam.

R/ Mengetahui balance cairan klien.

3. Anjurkan klien untuk minum banyak (2000 – 2500 ml/hari)

R/ Memenuhi kebutuhan cairan klien.

4. Obs tanda-tanda perdarahan.

R/ Mengetahui komplikasi yang terjadi.

5. Puasakan bila terjadi perdarahan saluran cerna.

R/ Mencegah komplikasi lebih lanjut.

6. Perhatikan keluhan klien (mata berkunang, pusing, lemah, sesak napas, ekstremitas dingin).

R/ Mengetahui tanda-tanda shock.

7. Bila terjadi tanda-tanda shock, baringkan klien, obs ketat dan kolaborasi dengan dokter).

R/ Memastikan klien mendapat penaganan yang cepat dan tepat.

8. Pasang infuse dan terapi IV bila terjadi perdarahan.

R/ Penanganan awal pada shock.

9. Berikan penjelasan kepada klien/keluarga ttg penyebab demam dan pentingnya tirah baring bagi klien.

R/ Menambah informasi ttg kondisi klien

Dx. II : Hipertermia b. d proses infeksi virus dengu.

Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat mempertahankan suhu tubuh normal

K. H : Klien dapat mencapai suhu tubuh yang normal (36 – 37º C)

Intervensi :

1. Observasi TTV setiap 4 jam.

R/ Mengetahui kemajuan kondisi klien.

2. Beri kompres hangat jika terjadi peningkatan suhu.

R/ Membantu menurunkan panas.

3. Beri cairan per oral 2 – 2,5 liter/ 24 jam.

R/ Membantu mengganti cairan tubuh yang hilang akibat metabolisme yang meningkat.

4. Anjurkan klien menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.

R/ Membantu penguapan tubuh.

5. Catat intake dan output cairan.

R/ Mengetahui balance cairan dalam tubuh.

6. Kolaborasi pemberian antipiretik, cairan parenteral dan antibiotic.

R/ Membantu menurunkan panas klien.

Dx. III : Resiko terjadinya perdarahan intra abdomen b. d trombositopenia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien menunjukan tidak adanya perdarahan

K. H : Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut, jumlah trombosit meningkat

Intervensi :

1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis.

R/ Mengetahui kondisi klien

2. Monitor jumlah trombosit setiap hari.

R/ Mengetahui penurunan dan kenaikan trombosit klien

3. Anjurkan klien untuk tirah baring dan istirahat.

R/ Mengurangi komplikasi perdarahan.

4. Berikan penjelasan kepada klien/keluarga untuk segera melapor jika ada tanda-tanda perdarahan lebih lanjut, spt : hematemesis, melena, epitaksis.

R/ Menambaha informasi klien dan keluarga agar tidak panik

5. Cegah terjadinya perlukaan atau perdarahan (menggunakan sikat gigi yang lunak, memelihara kebersihan mulut, menghindari tindakan invasif mll rektum, menggunakan pencukur listrik)

R/ Mencegah terjadinya perdarahan

6. Beri tekanan 5 – 10 menit setiap kali selesai mengambil darah.

R/ Mencegah terjadinya perdarahan.

Dx. IV : Resiko kekurang nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh b. d intake yang tidak adekuat (mual, muntah, anorexia, sakit saat menelan)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam klien dapat memenuhi intake yang adekuat

K. H : Mual berkurang, muuntah tidak ada, nafsu makan meningkat

Intervensi :

1. Kaji keluhan mual muntah, anorexia, sakit saat menelan, penurunan nafsu makan.

R/ Mengetahui penyebab klien tidak nafsu makan.

2. Berikan makanan yang mudah ditelan (bubur, nasi tim), hidangkan hangat.

R/ Menambah nafsu makan klien.

3. Berikan Makanan dalam porsi kecil tapi sering.

R/ Membantu memenuhi nutrisi klien

4. Anjurkan klien untuk ngemil (biscuit, coklat)

R/ Membantu memenuhi nutrisi klien.

5. Bantu klien dan dampingi saat klien makan.

R/ Membantu klien makan.

6. Motivasi klien untuk makan.

R/ Memberi semangat untuk klien.

7. Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi pasien.

R/ Menambah pengetahuan klien

8. Berikan reinforcement positif jika klien mengahabiskan makanan.

R/ Menambah semangat klien

9. Catat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan setiap hari.

R/ Mengetahui intake yg mesuk ke tubuh klien

10. Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral.

R/ Membantu memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

11. Kolaborasi pemberian abat-obatab antasida.

R/ Mengurangi rasa mual klien.

Dx. V : Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b. d kelemahan fisik, nyeri sendi dan nyeri otot

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan kebutuhan ADL klien dapat

terpenuhi

K. H : Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL sesuai kemampuan

Intervensi :

1. Kaji keluhan klien.

R/ Mengetahui keluhan dan kondisi klien

2. Beri bantuan untuk pemenuhan kebutuhan ADL dan perhatikan personal hygien.

R/ Memberi kenyamanan pada klien.

3. Observasi kegiatan yang mampu dan tidak mampu dilakukan klien.

R/ Menilai kemampuan klien

4. Dekatkan semua keperluan klien (meja dan bel).

R/ Memudahkan klien saat memerlukan sesuatu.

5. Beri mobilisasi secara bertahap sesuai kemampuan klien.

R/ Melatih klien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

6. Jelaskan tujuan tirah baring saat sakit.

R/ Untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.

Dx. VI : Resiko kekurangan volume cairan tubuh b. d peningkatan permeabilitas dinding plasma

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan resiko kekurangan cairan tidak

terjadi

K. H : Turgor kulit baik, suhu tubuh normal, TTV dalam batas normal

Intervensi :

1. Monitor KU klien.

R/ Mengetahui kondisi KU klien.

2. Pertahankan intake dan output yang adekuat.

R/ Mengetahui balance tubuh klien

3. Beri minum 2 – 2,5 liter/ 24 jam.

R/ Mencegah terjadinya kekurangan cairan.

4. Bila terjadi tanda-tanda syok hipoolemik, baringkan klien pd posisi supine dan segera lapor dokter.

R/ Mencegah komplikasi lebih lanjut dan mendapat penanganan yang tepat.

5. Jelaskan kpd klien/keluarga ttg tanda-tanda perdarahan yang mungkin dialami klien.

R/ Menambah informasi dan mencegah kecemasan.

6. Segera puasakan jika terjadi perdarahan saluran cerna

R/ Mencegah komplikasi lebih lanjut.

7. Obs tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan (turgor kulit, produksi urin menurun).

R/ Mencegah komplikasi lebih lanjut.

8. Obs TTV setiap 4 jam.

R/ Mengetahui kemajuan kondisi klien.

9. Cek Hb, Ht, trombosit dan leukosit sesuai program

R/ Merngetahui keadaan klien.

10. Perhatikan keluhan pasien, spt : mata berkunang, pusing, lemah, ekstremitas dingin, sesak nafas.

R/ Mengetahui keadaan klien

11. Berikan transfusi sesuai program.

R/ Membantu menambah kebutuhan darah klien.

12. Monitor obat-obatan untuk mengatasi perdarahan sesuai program.

R/ Membantu mengatasi perdarahan yang dialami klien.

13. Kolaborasi pemberian O2 sesuai kebutuhan.

R/ Membantu menambah kebutuhan O2 klien

14. Kolaborasi pemberian cairan parenteral (IV)

R/ Membantu mencukupi kebutuhan cairan tubuh.

Dx. VII : Resiko infeksi b. d tindakan invasif

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam infeksi tidak terjadi

K . H : tanda-tanda infeksi tidak ada, tetesan infuse lancar, TTV dalam batas normal

Intervensi :

1. Ukur TTV setiap 4 jam.

R/ Mengetahui kondisi klien

2. Lakukan perawatan infuse setiap hari dan ganti infuse set setiap 3 hari.

R/ Mencegah infeksi pada klien.

3. Obs tetesan infuse dan daerah pemasangan infuse.

R/ Mengetahui kondisi infuse dan mencegah terjadinya infeksi.

Dx. VIII : Resiko terjadi reaksi transfuse b . d pemberian transfuse pd klien

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam reaksi trasfusi tidak terjadi

K. H : tidak ada tanda-tanda alergi, kemerahan, tidak gatal pada seluruh tubuh setelah transfuse, TTV dalam batas normal

Intervensi :

1. Pesan darah/ komponan darah sesuai dengan instriksi medis.

R/ Mencegah kesalahan pemberian

2. Cek ulang formulir permintaan darah sebelum dikirim.

R/ Mencegah kesalahan

3. Sebelum pemberian transfusi yakinkan bahwa daerah tusukan tidak tampak tanda-tanda plebitis dan cairan infus lancar.

R/ Memastikan bahwa aliran trasfusi lancar.

4. Gunakan blood set untuk pemberian transfusi.

R/ Melancarkan aliran transfusi.

5. Berikan cairan Nacl sebelum pemberian transfusi.

R/ Membantu melancarkan transfusi.

6. Jangan tunda pemberian transfusi lebih dari 30 menit setelah darah diterima dari bank darah.

R/ Mencegah kebekuan darah

7. Cek ulang/ yakinkan bahwa darah yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan klien (jenis darah, gol darah, jumlah dan masa kadaluarsa)

R/ Mencegah kesalahan pemberian transfusi.

Dx. IX : Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF b .d kurangnya informasi

Tujuan : Setelah dilakukan penjelasan kien dan keluarga dapat mengetahui dan memahami tentang perawatan

K . H : Pengetahuan klien dan keluarga bertambah

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahun klien/ keluarga tentang penyakit DHF.

R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien.

2. Kajilatar belakang pendidikan klien dan keluarga.

R/ Mengetahui cara pemberian informasi selanjutnya

3. Jelaskan tentang diet, perawatan dan obat-obatan dengan bahasa yang dimengerti klien/keluarga.

R/ Menambah pengetahuan klien/keluarga

4. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya bagi klien.

R/ Mencegah klien cemas

5. Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk bertanya

R/ Memberi kesempatan klien/keluarga mendapatkan informasi

6. Gunakan Leaflet/ gambar-gambar dlam memberikan penjelasan

IV. Implementasi

Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat.

V. Evaluasi

1. Mempertahankan suhu tubuh klien normal (36 – 37º C)

2. Perdarahan tidak terjadi.

3. Mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat.

4. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat.

5. Memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri.

6. Menghindari terjadinya shock hipovolemik.

7. Resiko infeksi tidak terjadi

8. Resiko terjadi transfuse tidak terjadi

9. Pengetahuan klien bertambah

Cara melakukan uji tourniquet :

1. Pasang manset pada lengan atas (ukuran manset disesuaikan dengan umur)

2. Pompa tensimeter untuk mendapatkan tekanan sistolok dan diastolik

3. Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara sistolik dan diastolik selama 5 menit (bila terlihat adanya bintik-bintik merah > dari 10 buah pembendungan dapat dihentikan)

4. Lihat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) atau daerah lipatan siku (fossa cubiti), apakah timbul bintik – bintik merah, tanda perdarahan (ptekie).

5. Hasil uji tourniquet dianggap positif bila ditemukan ≥ 10 bintik perdarahan (petekie) pada luar diameter 2,8 mm²


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta EGC.

Doengoes, Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.

Effendy, Chrystiantie. 1995. Keperawatan Pasien DHF. Jakarta : EGC.

Hadinegoro, Sri Rejeki. 1999. Demem Berdarah Dengue. Jakarta : FKUI.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak II. Jakarta : Salemba Medika.

Nelson. 1998. Ilmu Keperawatan Anak Edisi I. Jakarta : EGC

Prince, Sylvia. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar